Keluarga Android: ‘Tamparan Keras’ Perupa Astuti Kusumo atas Terkikisnya Sensitivitas Manusia
ISTIMEWA/KABARESOLO/ROBERTUS RIMAWAN - Pojok kiri atas Perupa Astuti Kusumo berfoto dengan karyanya dan beberapa foto lain saat berlangsungnya pameran. |
Sebuah lukisan seolah menampar diri, gambaran kita dalam
keluarga terpatri jelas dalam lukisan ekspresif Astuti Kusumo. Plak!!! Tamparan
yang sangat keras dan rasanya seolah abadi.
KABARESOLO.COM – Sebuah lukisan menarik perhatian, menjadi
magnet kuat, satu di antara belasan lukisan di event Pameran Tunggal Astuti
Kusumo berlokasi di Bentara Budaya Solo atau lebih dikenal sebagai Balai
Soedjatmiko Jalan Slamet Riyadi 284, Solo 57141.
Pagi Kamis 28 Februari 2019 lalu KabareSolo.com Sempat
menikmati goresan menawan berbingkai karya perupa asal Kota Gudeg Jogja.
ISTIMEWA - Perupa Astuti Kusumo (tengah) bersama tamu undangan saat pembukaan pameran. |
Pameran yang dibuka
pada Sabtu 23 Februari 2019 pukul 19.30 WIB lalu dihadiri oleh ratusan
orang dan beberapa tokoh dari kalangan perupa.
Pameran ini masih berlangsung dimulai Minggu 24 Februari
hingga 3 Maret 2019 nanti, mulai buka pukul 09.00- 21.00 WIB.
Pameran Tunggal Astuti Kusumo bertajuk Gemati menampilkan
berbagai lukisan menawan yang menyuarakan kondisi terkini.
Sebuah lukisan berjudul ‘Keluarga Android’ menjadi tamparan
keras bagi keluarga-keluarga masa kini.
Terlihat pada lukisan tersebut satu keluarga yang terdiri
dari ayah bunda dan tiga anaknya berkumpul.
Namun mereka seolah memiliki dunia sendiri meskipun dalam
satu ruangan.
Masing-masing memegang ponsel android kecuali anak paling
kecil.
Semua mata memandang dalam kotak kecil layar sentuh
nanajaib.
Dalam perbincangan kami via aplikasi pesan pendek Astuti
Kusumo dalam lukisan ini mencoba menangkap ‘fenomena’ ketergantungan pada
android dan akselerasi teknologi terapannya pada keluarga dan menuangkan
kecemasan tersebut secara visual.
“Bahkan pesona informasi, berita viral dan hiburan yang
selalu tertayang dalam android, juga merangsang pengguna-nya untuk lebih lama
menggunakan gerak dan indra tubuhnya, menghabiskan waktu dengan tanpa disadari
menurunkan semangat dan kemauan untuk berdialog dalam waktu yang bersamaan
karena masing masing anggota keluarga lebih asyik dengan produk teknologi
tersebut dalam kesehariannya,” jelas Alumnus Fakultas Ekonomi UPN Veteran
Yogyakarta.
Astuti menyebut kalau fenomena ini memicu berkurangnya
interaksi humanis yakni empati dan kasih sayang dalam keluarga.
Pameran Gemati menurutnya merupakan suatu bentuk ungkapan
ekspresi sebagai seorang perupa atas kikisnya kesadaran dan sensitivitas sebagai
manusia.
“Menilik kembali definisi dan praktik asah asih asuh rasa
perhatian atas diri kita dan sesama yang mengedepankan yang roso dan pangroso
saya kira ini adalah sebuah suara susahnya menjadi manusia yang manusia,” ujar
Astuti.
Bukan hanya di lingkup keluarga, ia menilai di tengah dunia yang
serba digital semua seolah dituntut untuk semua serba cepat.
“Percepatan teknologi yang tak dapat dikira ini menurut
pendapat saya lambat laun mengikis aspek-aspek kedirian kita sebagai manusia
percepatan ini pula yang menyebabkan munculnya egositas kita hingga acuh pada
sekeliling kita."
"Kalau lihat dunia maya ya pada halaman-halaman media sosial kita pada surat-surat kabar dan berita nampak kita abai kepada sesama mudah menilai satu sama lain menghujat satu sama lain tanpa melihat kekurangan diri,” imbuhnya.
"Kalau lihat dunia maya ya pada halaman-halaman media sosial kita pada surat-surat kabar dan berita nampak kita abai kepada sesama mudah menilai satu sama lain menghujat satu sama lain tanpa melihat kekurangan diri,” imbuhnya.
Demikian dengan lingkungan sosial bukan hanya memengaruhi
kemesraan dalam keluarga, kearifan tetangga tradisi tegur sapa dan sopan santun
pun mulai terkikis.
“Nilai-nilai keramahan dan kasih sayang mulai hilang seturut
mengikisnya adat dan nilai kemanusiaan kita kemudian tuntunan menjadi tontonan
dan tontonan menjadi tuntunan,” tegas perupa yang memulai pameran sejak tahun
1985.
Saat pembukaan pameran Iwan Kurniawan Lukminto Owner Tumurun
Private Museum pun hadir.
Iwan menilai Perupa Astuti meski tak memiliki pendidikan di
bidang seni rupa tapi menjadi inspirasi bagi orang lain lantaran memiliki
keberanian dan bisa mengekspresikan pikirannya dalam seni rupa.
“Saya ucapkan selamat Mbak Astuti, saya ingin sedikit sharing sungguh luar biasa sekali
bagaimana beliau tak memiliki pendidikan di bidang seni yakni pendidikan
ekonomi tapi mempunyai keberanian mempunyai suatu keinginan dan bisa
mengekspresikan itu ke dalam seni rupa itu adalah langkah yang hebat sekali,”
kata Iwan dalam video sambutan saat pembukaan pameran.
Lukisan berjudul Keluarga Android merupakan salah satu ‘tamparan’
Astuti Kusumo, masih banyak lukisan lain yang mengajak kita untuk bercermin.
Namun tak melulu tentang kritikan karena ada banyak lukisan
ada lukisan berjudul Sweet Memories tentu lukisan ini akan mengajak kita seolah
dibawa mesin waktu dan mengingat kembali kenangan-kenangan manis di masa lalu.
KABARESOLO/ROBERTUS RIMAWAN - Susasana saat pameran, pameran berlangsung dari 24 Februari 2019 sampai 3 Maret 2019. |
Lukisan Sweet Memories sendiri merupakan lukisan sosok
seorang wanita yang sedang duduk bersandar dengan mata menerawang.
Menapaki satu persatu langkah dan kenangan indah yang masih
terngiang hingga kini.
Sementara ada lukisan lainnya tapi tak ada di pameran ini, lukisan dalam katalog karya, ada lukisan berjudul Kasmaran,
melihat lukisan ini seolah menonton diri kita saat sedang jatuh cinta.
Jadi ingat ungkapan kalau sedang kasmaran tai kucing pun
rasa coklat dan lewat lukisan ini seolah saat-saat kasmaran terwakili.
Melihatnya saja bisa bikin ketawa.
Ada juga Taman Surga lukisan sosok wanita-wanita cantik
dengan keindahan penuh bunga dan masih banyak lukisan lainnya.
Ingin menikmati berbagai lukisan yang menggugah rasa? Silakan
datang ke pameran, saat ini Sabtu 2 Maret 2019 pamerannya masih berlangsung dan
besok penutupan pameran.
Kesempatan mumpung weekend sambil belanja buku di Gramedia Solo
sekalian bisa lihat Pameran Tunggal Astuti Kusumo dan dapatkan diri sejati Anda
sebagai manusia. (KabareSolo.com/Robertus Rimawan Prasetiyo)
Post a Comment