Peningkatan UMK Kota Solo Tahun ke Tahun dan Segini yang Diusulkan untuk 2019
KABARESOLO.COM/ROBERTUS RIMAWAN - Pekerja sektor usaha mandiri tak terkena dampak langsung besaran UMK. |
KABARESOLO.COM, SURAKARTA - Upah Minimum Kota (UMK) merupakan hal yang penting bagi pekerja karena menjadi tolok ukur bagi kesejahteraan hidup dalam keluarga.
Pemerintah Kota Surakarta telah mengusulkan besaran UMK untuk tahun 2019 ke Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Seperti dikutip dari situs resminya Pemerintah Kota Surakarta mengaku berkomitmen untuk terus memperhatikan nasib para tenaga kerja.
Menurut Pemkot Solo, tenaga dan waktu yang telah dikorbankan pekerja dalam sebuah proses produksi, besaran gaji pokok dan tunjangan tetap adalah komponen-komponen yang tidak boleh luput dari pengawasan Pemerintah.
Karenanya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan selalu menjadi salah satu acuan pokok, dalam menentukan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) buruh setiap tahunnya.
“Penghitungan kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) 2019 sudah sesuai PP Nomor 78 Tahun 2015, karena peraturannya memang begitu. Yakni UMK tahun berjalan dikalikan angka pertumbuhan ekonomi ditambah angka inflasi,” terang Kepala Dinas tenaga Kerja dan Perindustrian (Disnakerperin) Agus Sutrisno.
Dalam angka, UMK Kota Surakarta saat ini adalah Rp 1.668.700. Lewat berbagai pembicaraan dengan perwakilan pengusaha dan pekerja yang tergabung dalam Dewan Pengupahan, angka UMK 2019 sebesar Rp 1.802.700 pun diusulkan kepada Gubernur Jateng. Jika dipersentase, kenaikan upah minimum itu adalah 8,03 persen.
“Anjuran dari Gubernur, penghitungannya juga mengacu itu (PP Nomor 75 Tahun 2018). Dari penghitungan tersebut, relatif masih bisa mencukupi KHL. Bisa untuk makan satu bulan, bayar kos, transportasi dan kebutuhan pokok lainnya. Tentunya dengan standar minimum.”
Itulah sebabnya Agus optimistis besaran UMK itu tidak menimbulkan persoalan berarti saat diterapkan tahun depan. Apalagi sejauh ini belum pernah ada keluhan mengenai UMK yang diterima instansinya.
“Saya kira perusahaan-perusahaan, khususnya perusahaan skala besar, sudah mematuhi aturan ini. Hanya saja untuk usaha skala kecil sistem penggajiannya biasanya tergantung kesepakatan pengusaha dan pekerja,” urai dia.
Agus juga meminta, UMK yang akan diberlakukan per 1 Januari 2019 itu tidak langsung dibandingkan dengan upah sejenis di wilayah lain.
Selain terhitung masih masuk akal, KHL per orang di Kota Bengawan juga berbeda dari kota lain.
Ia mencontohkan, UMK di Semarang dan sejumlah kota/kabupaten lain lebih tinggi lantaran biaya hidup di sana pun jauh lebih tinggi dibanding di Solo.
Kenaikan UMK sebesar 8,03 persen itu juga dianggap sesuai dengan kondisi dunia usaha. Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Surakarta, Wahyu Hariyanto menyatakan, peningkatan upah tersebut mampu menggambarkan kondisi riil yang dialami pelaku usaha.
“Penghitungannya sudah sesuai regulasi, alur dan prosedur. Nilainya juga sudah mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Kami sudah tidak mempersoalkannya,” tegas Wahyu.
Diakuinya, kondisi pelaku usaha di Solo cukup bervariasi. “Ada usahanya lancar, ada pula yang stagnan. Masing-masing sektor tidak sama. Tapi ini wajar dalam bisnis.”
PP Nomor 78 Tahun 2015 sebagai dasar hukum penghitungan UMK pun sudah disosialisasikan jauh-jauh hari oleh pengurus asosiasi.
“Sampai sekarang anggota Apindo belum ada yang mengajukan penangguhan pembayaran UMK. Apalagi perwakilan Apindo sudah sejak awal mengikuti pembahasan yang berlangsung di Dewan Pengupahan,” jelas dia.
KENAIKAN UMK
Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan UMK bagi para pekerja di Kota Solo.
Berikut perubahannya.
Tahun 2015 UMK di Kota Solo Rp 1.222.400.
Pada tahun 2016 terjadi peningkatan sekitar Rp 200 ribu menjadi Rp 1.418.218.
Tahun 2017 UMK Solo Rp 2.534.985.
Sedangkan tahun 2018 menjadi Rp 1.668.700 dan untuk 2019 diusulkan Rp 1.802. 700. (*/KabareSolo.com)
Post a Comment